TEMUAN

Acuan Handphone Terpercaya: Tabloid atau Penjual

Oleh Yuli Andari Merdikaningtyas

Baru-baru ini Ipang ditelpon oleh seorang konsumen yang baru saja membeli handphone Nokia N97. Pengguna handphone ini mencurigai handphonenya ‘tidak asli’. Ia curiga karena tidak berfungsinya jaringan  3G yang ada pada handphonenya. Melalui telpon, Ipang menginstruksikan agar si pemilik handphone mengecek dengan seksama apakah handphone Nokia N97 baru tersebut benar-benar memiliki jaringan 3G. Ternyata setelah dicek, handphone tersebut tidak memiliki jaringan 3G. Kasus yang sama juga dialami oleh teman Ipang yang membeli Blackberry. Sekilas Blackberry tersebut tidak ada celanya, casing masih baru. Namun ketika dibuka, bagian dalamnya sama persis dengan ‘organ dalam handphone Cina’ yang pengerjaannya hanya dengan solder tangan bukan mesin, demikian juga baterainya. Ternyata hanya casingnya saja yang asli. “Blackberry paling gampang dicek asli atau tidak, yaitu dengan mengecek bentuk baterainya yang berbeda dengan baterai handphone kebanyakan,” kata Ipang.

Pengetahuan tentang teknologi handphone bagi konsumen di Indramayu bisa dikatakan masih awam. Bagi para konsumen, yang paling penting bisa menelpon, kirim sms, mengunduh gambar atau lagu, dan saling berbagi melalui Bluetooth. Tetapi apabila terjadi ketidakberesan pada ‘organ dalam’ handphone, kebanyakan konsumen angkat tangan dan membawa handphone mereka kepada orang yang mereka anggap tahu. Di Indramayu, kebanyakan pengguna handphone langsung menuju ke konter dimana mereka membeli handphone tersebut. Tidak perduli bahwa konter tersebut hanya melayani penjualan dan tidak melayani servis, namun kebanyakan mereka tidak mau tahu. Seorang konsumen pernah datang ke sebuah konter sambil menggebrak meja, ia marah karena handphonenya rusak. Si konsumen meminta pertanggungjawaban penjual. Meskipun sudah dijelaskan bahwa perbaikan handphone bukan tanggung jawab penjual, tetapi si konsumen tidak mau tahu.

“Yang penting kita harus katakan apa adanya pada pembeli dan anggap mereka sebagai teman yang butuh saran,” kata Ipang, orang yang telah menggeluti bisnis handphone sejak tahun 1999. Saat ini Ipang bekerja di Metro Cell, Jalan Sudirman Indramayu dan masih menjadi tempat bertanya bagi konsumen handphone di kecamatan Indramayu. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh konsumen terutama ‘bagian dalam’ handphone baik spare part maupun aplikasinya. Para konsumen juga sering meminta nasehat Ipang terutama yang berkaitan dengan ‘keaslian’ produk handphone.

Sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan seputar handphone juga berusaha dijawab oleh tabloid-tabloid seperti Pulsa, Sinyal, Mobile Guide, Phone3, Sms, dan Buyer’s Guide. Berikut saya kutip dari rubrik Inbox (pertanyaan pembaca) di tabloid SmS edisi 175/2010:

SmS yang baik n slalu the best,,,mau nanya nih aku punya ponsel SE W200i, waktu transfer file dari komputer, ponsel kok tiba2 hang, kalo gitu kena virus ya, trus kira2 bhya nggak buat data yg laen. Ngatasinnya gimana tuh, ksi tau doong, mkasih SmS yang baik…

+628129924

Tabloid SmS menjawabnya sebagai berikut:

Hang yang dialami oleh ponsel Anda bukanlah suatu akibat dari masuknya virus lewat komputer. Mungkin saja hal ini terjadi karena komputer anda lambat mendeteksi ponsel. Jika terjadi lagi, coba hubungkan ponsel Anda dalam keadaan mati setelah terhubung baru Anda aktifkan kembali ponselnya.

Namun, tabloid-tabloid tersebut masih dikonsumsi oleh masyarakat yang memiliki kebiasaan mencari informasi melalui membaca. Seorang penjual tabloid yang saya tanya mengatakan bahwa, orang yang membeli tabloid handphone kebanyakan adalah para penjual handphone dan sebagian mahasiswa atau orang kantoran. Sedangkan masyarakat di pedesaan masih mengandalkan tanya kepada teman atau orang yang dianggap tahu. Apalagi bila membutuhkan informasi cepat, belum dapat diakomodasi oleh tabloid-tabloid tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pengguna lebih senang bertanya langsung pada penjual handphone.

Berbicara soal acuan untuk mendapatkan informasi, berarti kita berbicara tentang kepercayaan konsumen. Meskipun tabloid handphone marak namun saran dari orang yang telah dipercaya adalah yang paling mempengaruhi konsumen. Masyarakat Indramayu, seperti diakui Ipang sampai saat ini masih percaya saran para penjual. Ada beberapa keluarga yang sejak lama menggunakan jasa Ipang untuk mencarikan handphone yang diinginkannya. Salah satu pelanggan Ipang adalah seorang pejabat tinggi daerah dan keluarga mereka. Sejak si ayah punya handphone pada tahun 1999 sampai anak yang paling bungsu, keluarga ini meminta saran dan jasa Ipang untuk  mencarikan handphone yang sesuai dengan keinginan mereka. Sesekali Ipang pernah menanyakan kepada pelanggannya mengapa selalu dia yang dikontak? “Kalau ada masalah dengan handphone dan saya tidak mengerti cara mengatasinya, saya gampang menghubungi orang yang tahu. Saya ‘kan hanya bisa pakai saja, tetapi untuk urusan service saya percayakan saja pada kamu,”cerita Ipang mengutip pelanggannya itu.

Cerita yang sama juga disampaikan oleh Agus, seorang penjual yang tinggal di Kecamatan Jatibarang, Indramayu. Agus baru saja melayani seorang tukang krupuk yang ingin membeli handphone NOKIA E63. Sejak pertama punya handphone, tukang krupuk ini menggunakan jasa Agus. Begitupula ketika ia mengganti handphone seri lain, dia juga menghubungi Agus. Kali inipun, ia mempercayakan Agus untuk mencarikan NOKIA E63 buatnya.

Kepercayaan pengguna handphone yang cukup besar kepada penjual, membawa saya ke sebuah konter handphone milik Rojak, Alfindo Cell di desa Kedokan Gabus. Saya mengamati secara langsung interaksi antara penjual dan pengguna handphone yang datang ke konter tersebut untuk beli pulsa, beli nomor perdana, konsultasi tentang persoalanan handphone dan sebagainya. Seorang perempuan muda datang ke konter sambil membawa handphonenya. Ia bercerita tentang handphonenya yang bermasalah. Rojak dengan lugas menjawab bahwa konternyatidak menerima service handphone, ia hanya bisa membantu pelanggannya tersebut dengan cara membawakan handphone bermasalah tersebut kepada service center. Kemudian Rojak menulis nota tanda terima dan berjanji akan menghubungi pemilik handphone bila telah ada kabar dari service center. Awalnya perempuan muda ini ragu-ragu, namun akhirnya ia mengikuti saran Rojak. Ketika saya bertanya kepada Rojak mengapa ia tidak membuka usaha service handphone, ia menjawab. “Saya masih ragu-ragu, karena service center di Indramayu masih seringkali belum dipahami oleh masyarakat sebagai upaya kita memperbaiki keadaan handphonenya. Malah apabila terjadi sesuatu, jangankan berterima kasih mereka malah marah-marah pada kita,” jawabnya.

Handphone berantena milik Caridi

oleh Nuraini Juliastuti

Caridi berpose dengan dua handphonenya di halaman depan Sanggar Teratai.

Handphone pertama Caridi bermerk Sony Ericson tipe J200 i. Ia handphone bekas, yang dibeli dari bosnya di kelompok musik Singa Dangdut Dwiputra. Kata bosnya waktu itu, ia sulit dihubungi, padahal posisinya sebagai MC dan vokalis sangat vital. Maka jadilah ia beli handphone bekas itu dengan harga 200 ribu rupiah. Tetapi handphone itu sinyalnya tidak begitu bagus, sehingga ia memutuskan untuk melakukan modifikasi dengan menambahkan antena walkie-talkie. Pikirnya waktu itu, walkie-talkie bisa digunakan sebagai alat komunikasi jarak jauh, jadi mustinya ia juga bisa digunakan untuk menambah kekuatan sinyal di handphonenya ini. Ia sempat mewariskan handphone pertamanya itu ke Rusmini, adik perempuannya, dan ia sendiri berganti handphone baru. Tetapi ketika Rusmini memutuskan untuk beli handphone baru, handphone lama itu tidak lantas disingkirkan, meski batereinya sering drop juga. “Terlalu banyak kenangan di sana,” katanya.

Dan kita berloncatan tak henti-henti di medan komunikasi (bagian 2)

oleh Nuraini Juliastuti

Gb 1. Peta menuju kios ponsel dan warnet milik keluarga Mas Rojak

Dengan Andari yang membonceng di belakang, motor saya melaju kencang (28 April 2010). Mata saya tertuju ke depan, ke sana, ke arah sepeda motor besar dengan pengendara berjaket coklat di atasnya. Itu Mas Rojak. Kami terus melaju, menyalip bis kecil penuh penumpang, truk, beberapa motor lain, melewati pom bensin, lintasan rel kereta api, jalan beraspal berlubang-lubang besar, perjalanan menuju Desa Kedokan Gabus masih panjang. Kami menuju kios ponsel merangkap warnet milik keluarga Mas Rojak. Warnet yang dibuka sejak awal 2008 tersebut adalah warnet satu-satunya di desa itu katanya.

Ada empat orang remaja laki-laki sedang sibuk internetan ketika kami datang. Total hanya ada 5 bilik di warnet ini. Warnet ini terhubung langsung dengan kios ponsel. Istri Mas Rojak tampak sibuk melayani orang-orang yang membeli pulsa. Kios ponsel ini rasanya sangat ramai, tiap tiga menit datang orang dengan berbagai keperluan, beli pulsa, handphone baru, atau mengadukan kerusakan pada handphonenya. Nama tempat ini sendiri secara langsung menunjukkan keterhubungan itu: Alfindo Cellular Internet.

“Tidak mudah untuk membuka warnet di daerah ini,” cerita Mas Rojak. Awalnya Speedy menjadi pilihan utama karena biaya sewa penyedia internet yang murah. Tapi keinginan ini terhalang karena ia mensyaratkan kepemilikan telepon rumah, sementara populasi telepon rumah, di Kecamatan Gabusan Wetan maupun di Cikedung misalnya, tidak merata. Akhirnya Mas Rojak memakai jasa penyedia internet milik Mentari meskipun harga sewanya cukup mahal. Bagi pengusaha kios ponsel, penambahan usaha warnet dianggap cocok karena dalam melakukan pekerjaannya, pengusaha kios ponsel tidak bisa dilepaskan dari internet. “Lagipula saya sering merasa kasihan dengan anak-anak sekolah yang harus browsing-browsing untuk bikin tugas, musti jalan jauh ke Trisi untuk cari warnet”, lanjutnya.

Gb 2. Suasana dalam warnet Mas Rojak. Baru saya sadar kalau didindingnya tertempel logo Kartu As.

Pada tahun pertama, usaha warnet belum meraih banyak keuntungan. Baru pada 2009 ketika popularitas situs-situs jaringan sosial meningkat, pendapatan warnet ini ikut mengalami peningkatan. Meski demikian, seperti cerita Mas Rojak, peningkatan frekwensi pemakaian warnet tidak selalu berhubungan erat dengan peningkatan ketrampilan menggunakan komputer dan internet. “Banyak yang datang ke saya, baik anak sekolah atau mereka yang punya keluarga yang sedang bekerja di Taiwan atau Hongkong dan perlu untuk chatting, karena kalau untuk kontak lewat telepon terus-terusan kan mahal, minta tolong untuk dibikinkan akun Facebook. Pokoknya mereka maunya langsung punya akun Facebook. Ya saya sih biasanya minta aja KTP mereka, dan bikin akun sesuai data diri mereka, lalu saya tarik bayaran lima ribu rupiah per kepala.”



Situs ini menggunakan lisensi Creative Commons Lisence BY-SA-NC.
RSS // Ruang Laba