Batam Dari Balik Jendela Taksi

oleh Syafiatudina

Adek asli Singapur?

Pertanyaan ini diberikan oleh beberapa supir taksi yang saya temui selama di Batam. Dan tentu saya jawab, “Tidak. Saya dari Jogja”. Ketika saya tanya lebih lanjut apakah saya memiliki wajah orang Singapura, para sopir taksi itu tertawa. Salah satu sopir taksi mengatakan bahwa terlalu banyak mengantar orang Singapura membuat mereka berpikir bahwa semua orang berasal dari Singapura.

Warga negara asing yang paling banyak mengunjungi Batam adalah warga Singapura. Mungkin karena kedekatan geografis, membuat Batam menjadi tempat yang menarik untuk didatangi warga Singapura. Beberapa supir taksi yang saya temui, memiliki pelanggan tetap warga Singapura.

Pak R memiliki pelanggan, seorang perempuan asal Singapura yang setiap bulan datang ke Batam untuk membeli susu bayi. Perempuan ini begitu sampai di Batam, langsung menuju supermarket, membeli 10 kaleng susu bayi, lalu kembali lagi ke Singapura. “Bayinya hanya doyan susu Indonesia. Gak doyan dia susu Singapur!” ujar Pak R.

Selama hampir satu minggu di Batam, bisa dibilang bahwa supir taksi merupakan gerbang perkenalan saya dengan kota ini. Taksi adalah angkutan yang saya gunakan setiap hari di Batam. Bukannya bermaksud boros, walau mungkin memang ada kecenderungan ke arah sana, tapi hampir seluruh tempat yang saya tuju, tidak dilewati angkutan umum. Apalagi udara Batam yang panas, membuat hati saya terketuk untuk memilih duduk manis di dalam taksi yang dingin.

Taksi di Batam berbeda dengan taksi yang saya temui di Jakarta ataupun Jogjakarta. Taksi-taksi ini tidak menggunakan argometer. Harga ditentukan oleh proses tawar menawar yang terjadi antara supir dan penumpang. Tarifnya pun cukup mahal dibandingkan dengan tarif taksi di Jogja. Untuk jarak antara 5-10 km, tarifnya adalah 30.000 rupiah. Sedangkan untuk luar kota, misalnya anda di Jodoh dan ingin menuju Batam Centre, maka tarifnya adalah 50.000 hingga 75.000 rupiah, sekali jalan.

Kebanyakan supir taksi yang saya temui berasal dari Sumatera Barat. Pak R mengaku berasal dari Bukit Tinggi. Pak R datang ke Batam, awalnya untuk mencari pekerjaan sebagai buruh pabrik. Namun ternyata mayoritas pabrik yang ia temui, menginginkan buruh wanita. Maka akhirnya, Pak R memilih bekerja sebagai supir taksi. Lumayan katanya, di kampung tidak punya mobil, tapi di Batam bisa naik mobil setiap hari.

Hal pertama yang dilakukan oleh para supir taksi ini adalah bertanya darimana asal anda. Sedangkan hal terakhir yang dilakukan adalah memberikan kartu nama dan nomer handphone mereka. Selama 6 hari di Batam, saya sudah memiliki 2 kartu nama dan 3 nomer handphone dari para supir taksi yang berbeda-beda.

Para bapak-bapak supir taksi ini menganggap saya agak aneh, karena saya adalah perempuan yang berpergian sendirian di Batam. Bagi mereka, Batam bukanlah daerah yang aman untuk perempuan yang sendirian seperti saya. Banyak hal buruk bisa terjadi di Batam, terutama pada perempuan.

Menurut Bapak S, beberapa tahun yang lalu, ketika perjudian masih marak di Batam, angka kriminalitas sangatlah kecil. Bapak S berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh kedatangan para penjudi dari Singapura. Para penjudi ini sangat royal dalam menghabiskan uangnya. Seorang tukang ojek, pada saat itu, mampu menghasilkan 200 dollar Singapura per hari. Namun, setelah perjudian dilarang, pendapatan para tukang ojek dan supir taksi pun semakin menurun. Kriminalitas pun akhirnya semakin marak.

Pak A menuturkan bahwa beberapa hari yang lalu seorang perawat ditemukan tewas terbunuh di pinggir jalan. Pelaku pembunuhan adalah supir dari “taksi gelap” yang ditumpangi oleh perawat tersebut.

Di Batam ada beberapa jenis taksi. Taksi resmi adalah taksi dengan plat nomer kendaraan berwarna kuning, memiliki kartu pengenal, dan nama perusahaan tertera dengan jelas di bagian luar kendaraan. Taksi resmi terdiri dari dua jenis, taksi jalan dan taksi biasa. Taksi biasa adalah taksi yang memiliki tempat tertentu untuk mengangkut penumpang, seperti mall dan hotel. Sedangkan taksi jalan adalah taksi yang mengambil penumpang dari jalanan.

Taksi gelap, sebutan untuk taksi tidak resmi dan berplat nomor hitam, juga termasuk dalam golongan taksi jalan. Pak A mewanti-wanti saya supaya tidak mengambil taksi jalan. Menurutnya taksi jalan, baik resmi ataupun gelap, adalah taksi yang sering terlibat dalam kasus kriminal.

Jenis taksi lain adalah taksi omprengan. Taksi omprengan adalah taksi dengan sistem pengangkut penumpang yang hampir sama dengan angkutan kota. Taksi ini mengantar beberapa penumpang dengan tujuan yang berbeda-beda, dalam satu mobil. Menurut Pak S, taksi jenis ini cukup rawan perampokan. “Mana kita tahu kalau yang masuk setelah kita adalah perampok!” kata Pak S.

Cerita-cerita ini dan masih banyak cerita lainnya adalah pemandu awal bagi saya, untuk mengenali kota Batam.