Sesampainya di Batam

oleh Nuraini Juliastuti

Selama melakukan riset di Batam sepanjang Agustus ini, kami tinggal di lantai atas salah satu ruko yang terletak di kawasan bernama Nagoya Hill Superblock. Apa itu Nagoya Hill Superblock? Ia adalah sebuah kompleks berisi sebuah mall raksasa berbentuk segi empat bernama Nagoya Hill, yang ketiga sisinya dikelilingi oleh deretan ruko yang diisi oleh bermacam-macam bidang usaha. Di samping kiri ruko yang kami tempati ini adalah kantor kecil provider Axis. Kalau saya melempar pandangan ke kanan, akan terlihat papan nama “Kopi Tiam Nagoya”, tempat para pekerja menghabiskan waktu sarapan sebelum mulai bekerja.

Halaman depan kami adalah lapangan parkir mall, yang tembus ke pintu masuk Matahari Department Store. Saat berjalan-jalan memutari area ini pagi tadi, saya jadi paham kenapa Nagoya Hill dinamakan Nagoya Hill. Tempat ini terletak di sebuah dataran yang lebih tinggi dari sekitarnya. Memandangnya dari luar, ia seperti sebuah bukit pendek yang ditumbuhi bangunan-bangunan jangkung. Dari keempat ujungnya–utara, selatan, timur, barat–terus menerus arus kendaraan dan manusia keluar masuk.

Pada jam 10 pagi seperti ini, kesibukan terasa meningkat. Di depan sebuah toko elektronik, sebuah truk barang berhenti untuk menurunkan barang-barang elektronik baru. Para pengelola ruko mempersiapkan kedatangan pembeli, mereka membersihkan lantai dan mengelap barang dagangan. Sebagian besar toko-toko di mall masih tutup, tapi suasana mall sudah terasa hiruk-pikuk. Para pemilik kedai non-permanen yang menempati sebuah lorong di sayap barat mall berdiri di samping kedai-kedainya, sibuk membongkar kardus berisi barang dagangan.

“Rumah Pondokan” kami ini terdiri dari empat lantai. Rata-rata tiap lantai terdiri dari sepuluh kamar. Sudah empat malam saya tinggal di dalamnya, tiap kali saya keluar meninggalkan kamar sampai saya masuk kembali ke kamar, yang saya jumpai selalu pintu-pintu kamar yang tertutup. Sampai saat ini belum terjalin komunikasi antara saya dengan para penghuni kamar yang lain. Saya hanya bisa menebak-nebak profil para penghuni dari observasi atas mereka yang kebetulan berpapasan di tangga atau pintu gerbang. Pada pagi hari pertama, saya berpapasan dengan sebuah keluarga muda yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan bayi yang berada dalam gendongan.

Keesokan harinya di lorong menuju gerbang, saya bertemu dengan seorang gadis muda yang setengah berlari keluar bangunan ini, untuk masuk ke sebuah mobil yang sudah menunggu. Kemarin malam saya bertemu dengan seorang lelaki muda yang rupanya punya usaha laundry. Ia menamakan usahanya: Aries Laundry. Beberapa hari sekali ia datang untuk mengambil baju-baju kotor dari para langganan, dan datang lagi untuk mengantarkan cucian bersih. Begitulah kira-kira gambaran sementara tentang lingkungan tempat kami tinggal di kota ini. Target selanjutnya: saya ingin mencari tahu sejak kapan ruko-ruko di kawasan ini mulai disewakan sebagai rumah tinggal bagi para pekerja, juga mulai mencari tahu asal-usul nama kota Batam.