LOKASI

Lihat Aksi Caridi di Singa Dangdut Dwi Putra

oleh Nuraini Juliastuti

Jika sedang musim panen seperti ini, rata-rata 3 sampai 4 kali dalam seminggu, kelompok Singa Dangdut Dwi Putra sibuk manggung baik di desa-desa sekitar Desa Amis, maupun di wilayah-wilayah dalam kota Indramayu. Sebagai MC, Caridi punya posisi penting di kelompok itu. Bisa dibilang ia berfungsi sebagai mobilisator massa, menarik perhatian orang di jalanan supaya tertarik untuk ikut jalan kaki mengikuti kemana band itu bergerak, juga dengan caranya sendiri, menambah semangat para pemain. Rangkaian foto di bawah ini bercerita saat Singa Dangdut Dwi Putra ditanggap untuk main di pesta sunatan salah seorang anak di Desa Amis. (Semua foto diambil oleh Yuli Andari Merdikaningtyas)

Iring-iringan diawali dengan beberapa pemuda menggotong singa-singaan raksasa dengan beberapa anak--baik yang disunat maupun temannya--menungganginya.

Singa-singaan itu lantas diikuti oleh semacam gerobak dimana seluruh pemain band--minus penyanyi--berada di atasnya sambil memainkan alat musik sepanjang jalan.

Caridi beraksi. Di depannya adalah mbak vokalis Singa Dangdut Dwi Putra. Saya lupa menanyakan siapa namanya.

Dan di belakang semuanya, ada sebuah genset, sumber listrik bagi kelompok musik ini.

Dan kita berloncatan tak henti-henti di medan komunikasi (bagian 3)

oleh Nuraini Juliastuti

Mas Sigit, pemilik Trisi Komsel yang berlokasi persis di belakang Pasar Trisi, bercerita bahwa dirinya dulu sempat membuka bisnis wartel. Masa keemasan bisnis wartel dikatakannya terjadi pada periode tahun 2001 sampai 2005. Saat itu arus lalu lintas telepon ke luar negeri sedang sangat ramai. Mengingat peluang keuntungan yang diperoleh, banyak orang ikut-ikutan membuka wartel, meski akhirnya semua berguguran satu demi satu, tidak kuasa menahan gempuran popularitas handphone. Gambar di atas adalah peta wartel yang pernah ada di sekitar Pasar Trisi. Peta dibuat oleh Mas Sigit, berdasarkan ingatannya.

Malam di Sanggar Teratai

oleh Nuraini Juliastuti

Beginilah suasana di stasiun radio milik Sanggar Teratai. Di gambar, tampak Rukmini sedang siaran. Kami malah tidak sempat memotret suasana saat Caridi dan Juned siaran. Gambar ini diambil pada 2 Mei 2010 oleh Yuli Andari Merdikaningtyas.

Malam itu (27 April 2010), Sanggar Teratai terasa ramai. Dari sanggar inilah kami mendapat kontak-kontak awal informan riset handphone di Desa Amis. Sanggar yang bertujuan utama mengikis perdagangan manusia (khususnya perempuan dan anak-anak) di level lokal ini sangat populer di desa yang memang dikenal luas sebagai salah satu sumber tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Terlepas dari sikap umum masyarakat desa terhadap sanggar tersebut, baik yang pro maupun kontra, bagi sebagian besar anak-anak dan remaja yang di sana, ia telah mapan sebagai tempat tongkrongan yang nyaman.

Kakak beradik Rusmini dan Caridi ada. Juned juga ada. Kebetulan Juned sedang siaran radio dari jam 6 sampai 8 malam nanti. Stasiun radio ini milik sanggar ini, dan awalnya dipergunakan untuk kepentingan publikasi program pencegahan trafficking pekerja seks dan anak. Namanya Santai FM. Sore tadi Caridi bercerita asal muasal penamaan stasiun radio ini. “Awalnya kami menamainya Santer–kependekan dari Sanggar Teratai. Karena kata ‘santer’ itu sendiri kan artinya ‘cepat’. Tapi lantas ada yang usul ‘Santai’, singkatan dari Sanggar Teratai juga. Kedengarannya bagus, ya udah, Santai FM”.

Caridi main gitar. Rusmini sedang asyik dengan handphonenya. Anak-anak yang lain main drum kecil, atau ngobrol sambil main ayunan. Lagu Armada “Mau dibawa kemana” mengalun di belakang. Juned sedang asyik bicara di depan mike sambil pilih-pilih lagu di komputer di depannya. Ia sibuk menyampaikan sms-sms berisi kiriman-kiriman salam dan request lagu-lagu pop Indonesia.

jam 8 malam sekarang. Juned bersiap mengakhiri acara. Caridi menanggalkan gitar dan masuk ke dalam ruangan. Sekarang gilirannya siaran.



Situs ini menggunakan lisensi Creative Commons Lisence BY-SA-NC.
RSS // Ruang Laba