Artikel Terbaru

Kevisualan Kota dan HP: Mataram dalam Biru Oranye, Merah, Kuning dan Hijau Muda

Oleh: Ferdiansyah Thajib

Memandang kota lewat tampilan-tampilan visual di ruang publik, orang semakin memaklumi (?) merapatnya kehadiran media-media komunikasi publik korporasi/komersial di tengah-tengah kepadatan bangunan dan pergerakan manusia. Media-media ini dianggap menandai ciri kota sebagai pusat kegiatan   ekonomi. Sebelum masuk pada catatan khusus tentang kevisualan komersial di ruang publik ini,- khususnya untuk produk yang terkait dengan budaya handphone, saya hendak memberi tanda kurung terlebih dahulu pada penggunaan istilah “pusat” sebagai bingkai tulisan.

Meskipun di banyak kota di Indonesia istilah pusat masih bisa dimaknai sebagai sesuatu yang tunggal, di mana alur kosentris satu kota masih dapat ditandai dengan jelas melalui arah pergerakan manusia dan kepadatan bangunan dari satu titik kawasan inti yang menjadi pusat kegiatan sosial, politik pemerintahan dan ekonomi  yang memancar ke kantong-kantong warga dan daerah pedesaan yang mengelilingnya;  makna ini juga semakin mengalami pergeseran di banyak kota yang lain. Kini orang biasa menjumpai  munculnya kota sebagai sebuah pusat dengan banyak pusat. Dan seperti kita tahu,  ada banyak hal yang melatarinya: perkembangan kota itu sendiri yang semakin merentangkan jarak sehingga menuntut munculnya titik-titik baru yang lebih mudah diakses sebagai pusat aktivitas; fenomena pemekaran daerah yang memunculkan pusat-pusat tata kelola pemerintahan baru berikut kebijakan tata kotanya; serta banyak persoalan lain.

Dengan bingkai kota sebagai pusat dengan banyak pusat ini saya masuk pada tampilan visualnya, terutama yang dibuat oleh korporasi dengan pesan-pesan promosi dan iklan dalam segala bentuk komunikasi publik. Kadang pesan ini disampaikan dengan bentuknya yang halus dan tidak mencolok mata, seperti melalui pemasangan logo-logo korporat di kaos serta gambar tempel yang melekat di kaca belakang mobil. Dan lebih sering lagi ia disampaikan dengan lantang, merebut perhatian lewat baliho-baliho raksasa atau bahkan memakan satu sisi tembok sebuah bangunan. Umumnya, korporasi menyampaikan pesan-pesan ini dengan satu tujuan: meningkatkan pemasukan melalui persuasi dan penguatan identitas brand-nya.

Lanjutkan →

Saya punya handphone berhuruf Thai!

oleh Syafiatudina

Tidak seperti namanya, Lucky Plaza terlihat jauh dari keuntungan. Alasan pertama adalah lokasi Lucky Plaza yang agak tersembunyi di balik ruko-ruko. Untuk menjangkau Lucky Plaza dari Jalan Imam Bonjol, kami harus melewati tiga deretan ruko-ruko tua.

Alasan kedua adalah fungsi Lucky Plaza itu sendiri. Dari tiga lantai yang dimiliki Lucky Plaza, hanya lantai dasar yang dipenuhi oleh pedagang dan pengunjung. Lantai kedua, hanya diisi oleh satu toko tas dan dua buah kantor. Selain aktivitas di ketiga tempat itu, lantai kedua bisa dikatakan sangat lengang. Sedangkan lantai ketiga, tampaknya tidak ada kehadiran makhluk hidup yang bisa diidentifikasi.

Lanjutkan →

Handphone dalam Catatan Kriminal #3

Batam Pos, 29 Juli 2010 : Pos Polisi Kualagaung dan Polda Riau menangkap 2.583 ponsel selundupan senilai Rp 2,5 miliar lebih asal Cina di perairan Sungai Dusun Kecamatan Batangtuaka Kabupaten Indragiri, Riau, Rabu (28/7). Ponsel ilegal ini masuk dari jalur internasional Batam-Kualagaung-Tembilahan dan akan dijual ke Jambi dan Pulau Jawa. Provinsi Riau yang terletak di pesisir timur Pulau Sumatera dan dekat dengan Singapura dan Malaysia memang rawan penyelundupan.



Situs ini menggunakan lisensi Creative Commons Lisence BY-SA-NC.
RSS // Ruang Laba