INDRAMAYU

Dan kita berloncatan tak henti-henti di medan komunikasi (bagian 3)

oleh Nuraini Juliastuti

Mas Sigit, pemilik Trisi Komsel yang berlokasi persis di belakang Pasar Trisi, bercerita bahwa dirinya dulu sempat membuka bisnis wartel. Masa keemasan bisnis wartel dikatakannya terjadi pada periode tahun 2001 sampai 2005. Saat itu arus lalu lintas telepon ke luar negeri sedang sangat ramai. Mengingat peluang keuntungan yang diperoleh, banyak orang ikut-ikutan membuka wartel, meski akhirnya semua berguguran satu demi satu, tidak kuasa menahan gempuran popularitas handphone. Gambar di atas adalah peta wartel yang pernah ada di sekitar Pasar Trisi. Peta dibuat oleh Mas Sigit, berdasarkan ingatannya.

Malam di Sanggar Teratai

oleh Nuraini Juliastuti

Beginilah suasana di stasiun radio milik Sanggar Teratai. Di gambar, tampak Rukmini sedang siaran. Kami malah tidak sempat memotret suasana saat Caridi dan Juned siaran. Gambar ini diambil pada 2 Mei 2010 oleh Yuli Andari Merdikaningtyas.

Malam itu (27 April 2010), Sanggar Teratai terasa ramai. Dari sanggar inilah kami mendapat kontak-kontak awal informan riset handphone di Desa Amis. Sanggar yang bertujuan utama mengikis perdagangan manusia (khususnya perempuan dan anak-anak) di level lokal ini sangat populer di desa yang memang dikenal luas sebagai salah satu sumber tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Terlepas dari sikap umum masyarakat desa terhadap sanggar tersebut, baik yang pro maupun kontra, bagi sebagian besar anak-anak dan remaja yang di sana, ia telah mapan sebagai tempat tongkrongan yang nyaman.

Kakak beradik Rusmini dan Caridi ada. Juned juga ada. Kebetulan Juned sedang siaran radio dari jam 6 sampai 8 malam nanti. Stasiun radio ini milik sanggar ini, dan awalnya dipergunakan untuk kepentingan publikasi program pencegahan trafficking pekerja seks dan anak. Namanya Santai FM. Sore tadi Caridi bercerita asal muasal penamaan stasiun radio ini. “Awalnya kami menamainya Santer–kependekan dari Sanggar Teratai. Karena kata ‘santer’ itu sendiri kan artinya ‘cepat’. Tapi lantas ada yang usul ‘Santai’, singkatan dari Sanggar Teratai juga. Kedengarannya bagus, ya udah, Santai FM”.

Caridi main gitar. Rusmini sedang asyik dengan handphonenya. Anak-anak yang lain main drum kecil, atau ngobrol sambil main ayunan. Lagu Armada “Mau dibawa kemana” mengalun di belakang. Juned sedang asyik bicara di depan mike sambil pilih-pilih lagu di komputer di depannya. Ia sibuk menyampaikan sms-sms berisi kiriman-kiriman salam dan request lagu-lagu pop Indonesia.

jam 8 malam sekarang. Juned bersiap mengakhiri acara. Caridi menanggalkan gitar dan masuk ke dalam ruangan. Sekarang gilirannya siaran.

Acuan Handphone Terpercaya: Tabloid atau Penjual

Oleh Yuli Andari Merdikaningtyas

Baru-baru ini Ipang ditelpon oleh seorang konsumen yang baru saja membeli handphone Nokia N97. Pengguna handphone ini mencurigai handphonenya ‘tidak asli’. Ia curiga karena tidak berfungsinya jaringan  3G yang ada pada handphonenya. Melalui telpon, Ipang menginstruksikan agar si pemilik handphone mengecek dengan seksama apakah handphone Nokia N97 baru tersebut benar-benar memiliki jaringan 3G. Ternyata setelah dicek, handphone tersebut tidak memiliki jaringan 3G. Kasus yang sama juga dialami oleh teman Ipang yang membeli Blackberry. Sekilas Blackberry tersebut tidak ada celanya, casing masih baru. Namun ketika dibuka, bagian dalamnya sama persis dengan ‘organ dalam handphone Cina’ yang pengerjaannya hanya dengan solder tangan bukan mesin, demikian juga baterainya. Ternyata hanya casingnya saja yang asli. “Blackberry paling gampang dicek asli atau tidak, yaitu dengan mengecek bentuk baterainya yang berbeda dengan baterai handphone kebanyakan,” kata Ipang.

Pengetahuan tentang teknologi handphone bagi konsumen di Indramayu bisa dikatakan masih awam. Bagi para konsumen, yang paling penting bisa menelpon, kirim sms, mengunduh gambar atau lagu, dan saling berbagi melalui Bluetooth. Tetapi apabila terjadi ketidakberesan pada ‘organ dalam’ handphone, kebanyakan konsumen angkat tangan dan membawa handphone mereka kepada orang yang mereka anggap tahu. Di Indramayu, kebanyakan pengguna handphone langsung menuju ke konter dimana mereka membeli handphone tersebut. Tidak perduli bahwa konter tersebut hanya melayani penjualan dan tidak melayani servis, namun kebanyakan mereka tidak mau tahu. Seorang konsumen pernah datang ke sebuah konter sambil menggebrak meja, ia marah karena handphonenya rusak. Si konsumen meminta pertanggungjawaban penjual. Meskipun sudah dijelaskan bahwa perbaikan handphone bukan tanggung jawab penjual, tetapi si konsumen tidak mau tahu.

“Yang penting kita harus katakan apa adanya pada pembeli dan anggap mereka sebagai teman yang butuh saran,” kata Ipang, orang yang telah menggeluti bisnis handphone sejak tahun 1999. Saat ini Ipang bekerja di Metro Cell, Jalan Sudirman Indramayu dan masih menjadi tempat bertanya bagi konsumen handphone di kecamatan Indramayu. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh konsumen terutama ‘bagian dalam’ handphone baik spare part maupun aplikasinya. Para konsumen juga sering meminta nasehat Ipang terutama yang berkaitan dengan ‘keaslian’ produk handphone.

Sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan seputar handphone juga berusaha dijawab oleh tabloid-tabloid seperti Pulsa, Sinyal, Mobile Guide, Phone3, Sms, dan Buyer’s Guide. Berikut saya kutip dari rubrik Inbox (pertanyaan pembaca) di tabloid SmS edisi 175/2010:

SmS yang baik n slalu the best,,,mau nanya nih aku punya ponsel SE W200i, waktu transfer file dari komputer, ponsel kok tiba2 hang, kalo gitu kena virus ya, trus kira2 bhya nggak buat data yg laen. Ngatasinnya gimana tuh, ksi tau doong, mkasih SmS yang baik…

+628129924

Tabloid SmS menjawabnya sebagai berikut:

Hang yang dialami oleh ponsel Anda bukanlah suatu akibat dari masuknya virus lewat komputer. Mungkin saja hal ini terjadi karena komputer anda lambat mendeteksi ponsel. Jika terjadi lagi, coba hubungkan ponsel Anda dalam keadaan mati setelah terhubung baru Anda aktifkan kembali ponselnya.

Namun, tabloid-tabloid tersebut masih dikonsumsi oleh masyarakat yang memiliki kebiasaan mencari informasi melalui membaca. Seorang penjual tabloid yang saya tanya mengatakan bahwa, orang yang membeli tabloid handphone kebanyakan adalah para penjual handphone dan sebagian mahasiswa atau orang kantoran. Sedangkan masyarakat di pedesaan masih mengandalkan tanya kepada teman atau orang yang dianggap tahu. Apalagi bila membutuhkan informasi cepat, belum dapat diakomodasi oleh tabloid-tabloid tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pengguna lebih senang bertanya langsung pada penjual handphone.

Berbicara soal acuan untuk mendapatkan informasi, berarti kita berbicara tentang kepercayaan konsumen. Meskipun tabloid handphone marak namun saran dari orang yang telah dipercaya adalah yang paling mempengaruhi konsumen. Masyarakat Indramayu, seperti diakui Ipang sampai saat ini masih percaya saran para penjual. Ada beberapa keluarga yang sejak lama menggunakan jasa Ipang untuk mencarikan handphone yang diinginkannya. Salah satu pelanggan Ipang adalah seorang pejabat tinggi daerah dan keluarga mereka. Sejak si ayah punya handphone pada tahun 1999 sampai anak yang paling bungsu, keluarga ini meminta saran dan jasa Ipang untuk  mencarikan handphone yang sesuai dengan keinginan mereka. Sesekali Ipang pernah menanyakan kepada pelanggannya mengapa selalu dia yang dikontak? “Kalau ada masalah dengan handphone dan saya tidak mengerti cara mengatasinya, saya gampang menghubungi orang yang tahu. Saya ‘kan hanya bisa pakai saja, tetapi untuk urusan service saya percayakan saja pada kamu,”cerita Ipang mengutip pelanggannya itu.

Cerita yang sama juga disampaikan oleh Agus, seorang penjual yang tinggal di Kecamatan Jatibarang, Indramayu. Agus baru saja melayani seorang tukang krupuk yang ingin membeli handphone NOKIA E63. Sejak pertama punya handphone, tukang krupuk ini menggunakan jasa Agus. Begitupula ketika ia mengganti handphone seri lain, dia juga menghubungi Agus. Kali inipun, ia mempercayakan Agus untuk mencarikan NOKIA E63 buatnya.

Kepercayaan pengguna handphone yang cukup besar kepada penjual, membawa saya ke sebuah konter handphone milik Rojak, Alfindo Cell di desa Kedokan Gabus. Saya mengamati secara langsung interaksi antara penjual dan pengguna handphone yang datang ke konter tersebut untuk beli pulsa, beli nomor perdana, konsultasi tentang persoalanan handphone dan sebagainya. Seorang perempuan muda datang ke konter sambil membawa handphonenya. Ia bercerita tentang handphonenya yang bermasalah. Rojak dengan lugas menjawab bahwa konternyatidak menerima service handphone, ia hanya bisa membantu pelanggannya tersebut dengan cara membawakan handphone bermasalah tersebut kepada service center. Kemudian Rojak menulis nota tanda terima dan berjanji akan menghubungi pemilik handphone bila telah ada kabar dari service center. Awalnya perempuan muda ini ragu-ragu, namun akhirnya ia mengikuti saran Rojak. Ketika saya bertanya kepada Rojak mengapa ia tidak membuka usaha service handphone, ia menjawab. “Saya masih ragu-ragu, karena service center di Indramayu masih seringkali belum dipahami oleh masyarakat sebagai upaya kita memperbaiki keadaan handphonenya. Malah apabila terjadi sesuatu, jangankan berterima kasih mereka malah marah-marah pada kita,” jawabnya.



Situs ini menggunakan lisensi Creative Commons Lisence BY-SA-NC.
RSS // Ruang Laba