Saya punya handphone berhuruf Thai!

oleh Syafiatudina

Tidak seperti namanya, Lucky Plaza terlihat jauh dari keuntungan. Alasan pertama adalah lokasi Lucky Plaza yang agak tersembunyi di balik ruko-ruko. Untuk menjangkau Lucky Plaza dari Jalan Imam Bonjol, kami harus melewati tiga deretan ruko-ruko tua.

Alasan kedua adalah fungsi Lucky Plaza itu sendiri. Dari tiga lantai yang dimiliki Lucky Plaza, hanya lantai dasar yang dipenuhi oleh pedagang dan pengunjung. Lantai kedua, hanya diisi oleh satu toko tas dan dua buah kantor. Selain aktivitas di ketiga tempat itu, lantai kedua bisa dikatakan sangat lengang. Sedangkan lantai ketiga, tampaknya tidak ada kehadiran makhluk hidup yang bisa diidentifikasi.

Padahal, menurut cerita salah satu narasumber kami, K, pada tahun 2003, Lucky Plaza merupakan mall yang sangat ramai. Bahkan seingat K, Lucky Plaza merupakan mall pertama di Batam. Setelah kehadiran Lucky Plaza, mall-mall lain mulai bermunculan. Dan akhirnya Lucky Plaza mulai sepi pengunjung, toko-toko di dalamnya mulai tutup, dan yang tersisa hanyalah counter-counter handphone di lantai paling bawah.

Mungkin Lucky Plaza lebih cocok jika berganti nama menjadi Unlucky Plaza. Tapi setelah saya pikir-pikir, Lucky Plaza sebenarnya masih beruntung. Walaupun dengan lokasi yang tidak strategis dan dua lantai yang nyaris kosong, Lucky Plaza diselamatkan dari rasa sepi oleh para pedagang handphone di lantai dasar.


Lucky Plaza dikenal sebagai pusat penjualan handphone di Batam. Handphone merek apapun tersedia di Lucky Plaza. Bahkan konon menurut isu yang berhembus, di Lucky Plaza bisa didapatkan handphone black market atau selundupan dengan harga super miring.

Untuk mencari tahu kebenaran isu tersebut, kami pun menuju Lucky Plaza. Sebelumnya kami sudah diberi tahu oleh beberapa orang, bahwa mayoritas pedagang handphone adalah etnis Tionghoa. Mereka tidak akan bersedia untuk memberitahukan asal atau jalur distribusi handphone-handphone yang mereka jual.

Dengan pengetahuan tersebut, kami pun merancang skenario dengan tujuan untuk mencari tahu sumber handphone-handphone yang mereka jual. Skenarionya adalah kami akan berpura-pura ingin membeli handphone, sambil bertanya-tanya mengenai asal handphone mereka. Dalam misi ini, senjata kami adalah wajah yang lugu.

Stiker buah cherry berwarna hijau

Tidak ada kriteria khusus mengenai toko yang akan kami dekati. Jadi kami hanya berjalan dari satu toko ke toko lain. Datang, melihat-lihat, lalu mengangguk untuk berpamitan kepada penjaga toko, kemudian datang ke toko lain, melihat-lihat, lalu mengangguk berpamitan lagi, dan seterusnya. Hingga sampai pada sebuah toko yang dijaga oleh lima orang anak muda, bernama toko V.

Salah satu dari mereka, seorang laki-laki berumur sekitar 18 tahun, berpipi tembem, bermata sipit, menyapa kami dan bertanya handphone apa yang kami cari. Kami pun memutuskan untuk duduk dan melihat koleksi handphone mereka.

Sambil melihat-lihat koleksi handphone mereka, saya pun memperhatikan bentuk toko mereka. Sekilas, toko V ini terlihat seperti toko emas dengan dinding yang ditempel cermin. Empat dari lima orang penjaga toko V, memiliki wajah yang mirip. Di belakang mereka, terlihat seorang laki-laki berumur 40an yang sedang sibuk menghitung sesuatu dengan kalkulator. Laki-laki tersebut memakai kemaja hitam berbahan mengkilap yang tidak dikancingkan. Sekilas mengingatkan dengan tokoh di film komedi buatan Hong Kong.

Si penjaga berpipi tembem, sibuk memperlihatkan koleksi handphone milik mereka. Rata-rata yang ditawarkan adalah handphone dengan kamera dan bisa memutar lagu. Saya meminta untuk melihat handphone yang terlihat murah. Si penjaga berpipi tembem mengambilkan sebuah handphone dengan layar hitam putih, mereknya Nokia 1208.

Bentuk handphone ini mirip seperti kalkulator. Dengan keypad yang besar dan berbentuk kotak-kotak. Saat saya memperhatikan keypad handphone dengan lebih jelas, saya baru menyadari bahwa yang ada di keypad adalah huruf Thai. Saya pun menunjukkannya pada Nuning dengan penuh semangat. Kami berdua mengagumi “keanehan” handphone ini.


“Kak, kok keypadnya huruf Thai? Barangnya dari Thailand ya?” Saya bertanya dengan antusias. “Ah enggak kok..” kata si penjaga berpipi tembem, sambil sesekali menengok kiri kanan. “Loh terus dari mana, Kak? Kok tulisannya Thai?” tanya saya sambil memperhatikan handphone dengan seksama. “Yang tulisan Korea dan Jepang juga ada kok, Kak. Coba sini Kak pinjam sebentar.” ujar si penjaga berpipi tembem sambil mengambil handphone berhuruf Thai itu dari tangan saya. Handphone tersebut dibuka, kemudian ia memperlihatkan bagian dalamnya. “Lihat Kak! Ini Made in China.” ujar si penjaga berpipi tembem. Saya semakin kagum dengan handphone tersebut, dan akhirnya tercetus kalimat, “Wah oke deh.. Saya beli.” .

Handphone yang saya pegang, kembali ke etalase. Si penjaga berpipi tembem pergi untuk mengambilkan stok handphone lainnya. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan tipe handphone yang saya inginkan, beserta kotak dan chargernya. Ketika sampai di tangan saya, handphone sudah berada di luar kotaknya. Berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya, biasanya kotak dibuka di hadapan pembeli untuk menunjukkan orisinalitas barang. Charger yang saya dapatkan, juga berbeda dengan charger umumnya. Charger ini memiliki dua kaki, bukan tiga seperti yang umumnya digunakan di Indonesia.

Si penjaga berpipi tembem membuka bagian belakang handphone, menempelkan sesuatu, kemudian menutupnya kembali. Dia memasukkan handphone beserta chargernya ke dalam kotak, dan memberikannya pada saya. “Terima kasih ya, Kak. Kalau ada kerusakan, datang aja ke sini. Jangan lupa dicharge 8 jam sebelum dipakai.” Kami pun berpamitan, dan pergi dari toko V.

Sesampainya di kost, saya membuka bagian belakang dari handphone berhuruf Thai ini, dan membandingkannya dengan handphone lama saya. Handphone lama saya bermerek Nokia tipe 1650, yang saya beli di Tangerang dengan garansi resmi Nokia Indonesia. Ketika saya bandingkan, ada dua perbedaan jelas antara handphone berhuruf Thai dan handphone lama saya. Pertama, handphone lama saya buatan India, sedangkan handphone berhuruf Thai ini buatan Cina. Kedua, di handphone lama saya, tertempel stiker garansi dari Nokia Indonesia, sedangkan di handphone beraksara Thai yang tertempel adalah stiker bulat dengan gambar buah cherry berwarna hijau. Kemungkinan besar, stiker cherry berwarna hijau ini merupakan tanda khas yang diberikan oleh toko V pada handphone-handphone yang dijualnya.

Dan begitulah cerita singkat, bagaimana akhirnya saya bisa mendapatkan handphone berhuruf Thai ini.